Senin, 13 Februari 2012

Pomalaa Tuan Rumah dengan Dekorasi A plus





Kemarin Senin, 13 Februari 2012 MTQ tingkat kabupaten Kolaka ke-39 di Kec. Pomalaa yang di buka oleh Bapak Wakil Gubernur H. Moch. Saleh Lasata dan dihadiri oleh Bapak Bupati Drs. H. Buhari Matta, M.Si dan Wakil Bupati Kolaka H. Amir Sahaka dan semua Kepala SKPD, Kemenag Kolaka, para Camat dan unsur Muspida se kab. kolaka berlangsung lancar dan khidmat.

MTQ di Kec pomalaa yang baru pertama kali lagi selama 26 tahun setelah terakhir di tahun 1986 mendapat acungan jempol dari sisi tata dekorasi panggung yang diberikan wewenang penuh kepada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kab. Kolaka yang sekarang di Nakhodai oleh Bapak H. Rais Galu, SE, M.Si.

Bapak Bupati Kolaka Drs. H. Buhari Matta, M.Si memberikan nilai A Plus untuk dekorasi pada panggung MTQ di kec. Pomalaa , hal ini menjadi suatu kebanggan bagi staff Dinas Kebudayaan Pariwisata yang telah bekerja Keras untuk turut serta menyukseskan kegiatan MTQ dengan berlafadzkan islam tanpa melupakan nilai-nilai budaya yang ada di bumi Mekongga ini.

Minggu, 12 Februari 2012

lulo sangia

Lulo Sangia ( Tarian Dewa )
Lulo Sangia adalah Upacara ritual pengobatan/penyembuhan seorang Raja Mekongga atau keluarga Raja yang sedang sakit. Peradaban ini adalah upacara adat yang hanya dilakukan di komunitas orang Mekongga dan kita tidak akan dapatkan di daerah lain. Upacara ritual ini mulai dilakukan sejak zaman pemerintahan Bokeo Teporambe pada awal abad 17 sekitar tahun 1632 Masehi. Dan setelah beliau wafat, maka diberi gelar Sangia Nilulo, karena beliaulah yang pertama kali mengalami pengobatan dengan cara Nilulo (Suatu upacara ritual permohonan kepada Sang Dewa atau Sangia).
Adapun urutan Lulo Sangia adalah sebagai berikut :
-    Metonda/Mondukari : adalah gerakan pembuka atau gerakan awal menginjakkan kaki ( Mondukari ) .
-    Moese, yaitu gerakan yang menggambarkan keadaan raja yang masih terbaring lemah. Para Polulo Sangia saling bergandengan tangan dengan jari kelingking.
-    Modelusi, suatu gerakan yang tujuannya memohon kepada Sangia agar Raja segera diberi kesehatan/kekuatan. Dan para penari melakukan gerakan yang kakinya saling bersilangan.
-    Moreka-reka. Para penari mengayunkan kaki disertai dengan sentakan.
-    Mengane, suatu gerakan yang memberikan gambaran bahwa saat itu Raja mulai bergerak atau bermain.
-    Moleba, suatu gerakan yang menghentak yang menceritakan bahwa saat itu Raja sudah kuat atau kesehatannya sudah pulih kembali.
-    Lulo Hada, merupakan gerakan terakhir . Para penari saling berpegang dipinggang sambil mengayunkan kaki kekiri dan kekanan secara bergantian. Gerakannya persis seekor kera.

WARISAN PUSAKA KEBUDAYAAN MEKONGGA

Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara yang memiliki sekaligus mewarisi keanekaragaman yang begitu kompleks baik suku, agama, budaya hingga sumber daya alam dan potensi manusianya. Beragam suku bangsa yang mendiami wilayah Indonesia dengan beraneka ragam budaya dan adat istiadat yang berbeda satu dengan yang lainnya merupakan warisan puluhan bahkan ratusan kerajaan di masa yang lampau, masa ketika ide tentang Indonesia masih dalam bentuk unifikasi kerajaan besar dan kecil. Majapahit, Singasari, Mataram, Tidore, Gowa, Luwu, Konawe dan Mekongga adalah nama yang mewakili eksistensi kerajaan yang pernah ada. Segenap kerajaan yang pernah ada di Indonesia berdiri sendiri dan bedaulat penuh atas wilayahnya masing-masing dengan batas Negara/kerajaan berdasarkan kondisi geografis ataupun kesamaan suku, bahasa, agama, dan adat istiadat. Segenap kerajaam tersebut telah menjalin hubungan satu sama lain baik secara positif melalui perdagangan, perkawinan, penyebaran agama maupun secara negatif melalui peperangan. Setelah proklamasi kemerdekan Indonesia segenap kerajaan tersebut melebur kedalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Secara teoritis beberapa Negara membuktikan bahwa kebudayaan memberikan kontribusi positif untuk kemajuan pembangunan bangsanya. Bangsa Indonesia dan masyarakat kabupaten Kolaka akan membuktikan pula teori itu, melalui penempatan budaya sebagai landasan pengembangan daerah dalam berbagai dimensi kehidupan, atau dalam ungkapan lain disebut pembangunan berbasis sosial budaya. Konsep tersebut tidak berarti mengabaikan sikap kererbukaan terhadap inovasi dari luar yang dapat memperkaya budaya setempat untuk memacu percepatan pembangunan daerah. Secara empiris bahwa ketertinggalan Kabupaten Kolaka dalam beberapa matra kehidupan jika dibanding dengan beberapa daerah lain di Indonesia, memerlukan suatu kearifan untuk melakukan lompatan-lompatan tertentu dalam tangga-tangga perkembangan yang berlaku secara natural dan evolusioner selama ini.
Sebagai dasar, maka posisi kebudayaan saat ini sangatlah strategis untuk dapat menjadi pilar kemajuan daerah dalam berbagai sektor kehidupan. Keragaman suku bangsa ( Mekongga, Tolaki, Moronene, Buton, Muna, Bugis, Makassar, Toraja, Bajo, Jawa, Sunda dan Bali ) dengan budayanya merupakan potensi besar untuk dijadikan sebagai produk budaya yang memiliki nilai manfaat yang tinggi bagi kehidupan manusia dan pengembangan kota Kolaka yang berbasis budaya.

Kerajaan Mekongga